Sebut Lorong Dingin Itu Teguran

Diyah N.
3 min readAug 12, 2023

--

Dinginnya lantai, dan bangku ruang tunggu di Rumah Sakit malam itu, Januari 2022.

waiting room in hospital (dokumen pribadi)

Saya berani sumpah, Rumah Sakit adalah satu tempat pengakuan termujarab selain tempat ibadah. Ketidakberdayaan tubuh dan jiwa, berpasrah dengan sang pencipta melalui keahlian seluruh tenaga kesehatan yang bekerja.

Perasaan asing yang belum pernah dijumpai sebelumnya, tiba-tiba muncul dengan sendirinya. Mungkin itu juga cara tubuh merespon dan memproses situasi yang mendadak dan membuat dada sesak.

2022

Tahun yang membuat saya untuk pertama kalinya benar-benar menyelami diri lebih dalam memahami arti hidup dan peran saya dalam kehidupan ini. Babak belur rasanya, namun nyatanya saya masih bisa bertahan sampai saat ini. Hebat!

Kiranya sinyal ini saya dapatkan diakhir tahun 2021, namun agaknya saya masih shock karena langsung berhadapan dengan situasinya selang beberapa minggu saja. Benar, ini adalah bentuk saya melatih intuisi (harusnya). Begitu kiranya yang sedang saya pelajari beberapa bulan ini mengenai feminine energy yang sudah lama tidak saya gunakan sesuai fitrahnya.

Namun saat itu ketika menerima sinyal dari alam semesta saya masih denial, dan tidak menggubris intuisi saya.

Photo by Isai Ramos on Unsplash

Lorong Dingin

Bagaimanapun hasil diagnosanya, pilihan terbaik adalah beruasaha untuk mengobatinya bagaimanapun rasa sakitnya. Peran saya sangat dibutuhkan. Namun sepertinya usaha yang saya lakukan menyampaikan pesan tersendiri melalui lorong digin rumah sakit itu yang sudah lebih dari 50x atau bahkan lebih saya lewati untuk mendapatkan terapi yang sesuai untuk kedua orang yang membuat saya ada di dunia ini.

Teriak tangisan duka atau bahkan penyesalan sering kali terdengar dari ruang tunggu yang dingin meskipun isi kepala sudah mulai panas. Sesekali menghibur diri dengan sesama keluarga pasien lain untuk saling menguatkan agar kami tetap waras. Lorong itu masih dingin, dinding menjadi saksi betapa rapuh dan butuhnya kami tempat bersandar.

Runtuh — Feby Putri, Fiersa Besari on Spotify

Saat itu, waktu terasa berhenti dan saya hanya melamun di atas bangku jaring-jaring yang dingin di ruang tunggu. Saya hanya ingin punya lebih banyak waktu, dan tenaga untuk merawat dan melakukan yang terbaik untuk orang tua saya.

Tulisan ini saya buat sebagai pengingat dan mengabadikan memori dalam fase kehidupan saya yang tidak selamanya berjalan dengan lancar. Namun, selalu ada alasan untuk tetap bertahan menjalankannya. Meskipun isak tangis selalu mendominasi di dalamnya.

Semua yang Terungkap

Untungnya sang maha pengasih dan penyayang memberikan saya kesempatan untuk menemukan waktu yang saya yakin memang sudah tepat dan sesuai dengan ketentuannya.

Bagi saya yang mau tidak mau harus mulai memahami bagaimana susahnya menjadi orang dewasa, pasti sulit. Sulit untuk menerima dan menerima peristiwa yang terjadi selama setahun belakang ini. Saya masih tidak tahu harus mengurainya seperti apa.

Dipaksa untuk mengobati setiap luka dan trauma yang hadir bergantian, namun kiranya hal yang mengganjal akhirnya terungkap satu persatu. Perihal memaafkan diri dan keadaan dicari caranya sambil jalan.

33x Perunggu on Spotify

--

--