Serba Karbit : Hilangnya “Proses” Dalam Sebuah Pencapaian

Diyah N.
3 min readMay 1, 2024

--

Photo by Djim Loic on Unsplash

Ini adalah judul draft tulisan saya yang sudah mengendap selama 3 tahun lalu. Premis keresahannya sederhana sekali, merasa tertinggal dengan pencapaian teman-teman. Kiranya dirasakan setiap orang ya.

Saya selalu bertanya-tanya mengapa banyak orang yang bisa dengan mudah membagikan pencapaian demi pencapaian dalam hidupnya. Paparan informasi yang berlebihan membuat saya merasa terperangkap dan haus mengejar validasi sosial. Yang sebenarnya tak penting.

Lalu, saya menemukan trend yang bergeser di media sosial, bahwa ada beberapa orang yang dengan berani dan berkomitmen untuk membagikan berbagai macam tahapan dan proses yang sedang dilaluinya dalam urusan apapun.

Sungguh, saya ingin memiliki energi tersebut. Bagaimana bisa berkomitmen dan memiliki cukup energi untuk merangkum setiap prosesnya.

Kerap kali memang, slogan “orang lain gak harus tau gimana prosesnya” alih-alih menyembunyikannya justru langsung membagikannya. Meskipun responnya ada yang baik dan tidak, namun menurut saya pribadi ini hanya persoalan personal saja.

Atau bahkan dengan bergesernya berbagai strategi pemasar saat ini, bahkan proses dan behaviour dijadikan komersil dengan dalih atas value sebuah brand. Saya tentu tidak memungkiri ini, bahkan hal tersebut yang saya pelajari selama beberapa tahun kebelakang dan kerjakan untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Hilangnya “proses” Perjuangan

Kembali menyelami draft keresahan saya untuk premis tulisan ini, poin yang paling menyoroti saya adalah… Bahwa saya ternyata bukanlah tipikal orang yang begitu mudah menerima perubahan (pada awalnya). Karena pada kenyataannya perubahan tidak akan membuat nyaman. Sebagai makhluk hidup tentunya, akan terus mencari posisi aman. Wajar.

Quotes from Iqbal Hariadi — Post on instagram.com/iqbalhape
Quotes form instagram.com/iqbalhape

Saya jadi tersadar kenapa draft tulisan ini baru saya lanjutkan kembali setelah 3 tahun untuk menundanya, karena saya harus melewati beberapa proses lainnya dalam kehidupan untuk mendapatkan berbagai perspektif yang perlu diperbarui.

Saya pernah ada dalam satu titik ingin mencapai posisi tertentu dan membuat berbagai skenario di dalam kepala, untuk juga memiliki apa yang dimiliki orang-orang di social media.

Hingga saya lupa bahwa ada bagian penting yang saya lupakan pada masa itu, yaitu “proses” yang belum saya lalui. Orientasinya hanya pada hasil, lantas lupa untuk bertumbuh. Namun, meskipun begitu saya sadar bahwa pemikiran saya yang seperti itu merupakan bagian dari proses. Sebuah paradoks kehidupan.

Hilangnya “sebuah” Pencapaian

Memangnya bagaimana rasanya mencapai sebuah pecapaian yang sudah dinanti-nanti atau dirancang dalam kepala selama bertahun-tahun? Sensasinya seperti apa? Sehingga berkerja seperti sebuah zat adiktif setiap yang mencapainya menjadi kecanduan.

Dalam era yang serba “instan” ini esensi pencapaian menjadi lebih mudah diobral.

Bukankah, perasaan puas dan lega hadir setelah adrenalin dalam tubuh ikut terpacu? Tentu semua sepakat bahwa banyak variable yang ikut andil dan menyertainya untuk memantik pacuan tersebut. Perasaan-perasaan tidak nyaman, cemas, dan rasa yang mendorong untuk mencari-cari zona yang aman.

Hal tersebut yang membuat saya kembali belajar bahwa sebuah pencapaian tidak lagi berguna dan hilang esensinya jika tahapan yang tidak nyaman tersebut malah saya langkahi dengan dalih “cari aman” sehingga terus membuat saya semakin tidak berproses dan berjalan di tempat.

Bahwa saya menyadari, pencapaian itu hanya sebab dan akibat dari apa yang dilakukan. Tidak lebih dari itu. Jadi jika saya hanya berfokus untuk menghindari situasi yang menyulitkan ya, saya berarti menutup diri untuk tidak melihat dari berbagai point of view.

Jadi, ketimbang saya hanya bergumam dan menyalahkan situasi. Saya lebih tertarik mempelajari hal baru lain, seperti mencuri ilmu dari linimasa LinkedIn atau seminar dan course yang sesuai dengan hal yang saya suka.

--

--